Membacalah untuk sekadar melepas kekesalan dan emosi! Jika
membaca buku dengan tema yang berat membuatmu semakin emosi karena banyak
istilah yang emboh, buku-buku ringan atau novel ringan mungkin bisa membantumu
untuk sedikit merasa ringan hati meski tak sempat piknik.
Membaca novel sejarah karya Kang Abik ini, kita akan seperti
membaca buku sejarah yang difiksikan. Jika sebelumnya saya tidak pernah
mendengar nama Baiduzzaman Said Nursi, entah kenapa saya kok jadi merasa
seharusnya nama Said Nursi itu sudah saya ketahui sejak saya sekolah EMTEES
(Mungkin saya pernah mendengar tapi saya yang lupa).
Said Nursi yang hidup di masa Turki Usmani paham betul,
bahwa Kholifah Turki akan runtuh akibat rezim barat dan ateisme yang
pelan-pelan dipaksa masuk lewat jalur pendidikan yang meracuni pola pikir.
Dalam novel ini dijelaskan dengan detail bagaimana Said
Nursi ingin membangun universitas untuk tetap menjaga agar ilmu agama dan
budaya Turki tidak hilang, tapi selalu dihalangi oleh pemerintah akibat sistem
yang sudah dikuasi barat. Madrasah dilebur menjadi sekolah umum dan tak ada
pelajaran agama. Said Nursi tak pernah menyepelekan ilmu umum. Ulama' itu pun
berkata, "Agama adalah penerang hati, pengetahuan peradaban adalah
penerang akal."
Sadar dengan sepenuh jiwa bahwa bangsanya sudah dijajah
dengan cara halus lewat ilmu pengetahuan yang dipelintir, Said Nursi pun sempat
andil dalam permainan politik di pemerintahan. Niatnya tulus untuk tetap
melindungi Turki supaya kekuasaan kholifahnya tidak runtuh. Tapi apa boleh
buat, Said malah terjebak dalam permainannya sendiri. Belum sempat membangun
universitas dan menyelamatkan madrasah-madrasah dari rezim ateis dan sekuler,
kholifah Turki sudah runtuh.
Sebuah kalimat populer pun diucapkan Badiuzzaman Said Nursi
"Audzubillah minasy syaitan was siyasah". Meski pada akhir
pemerintahan Mustofa Kemal Ataturk, Badiuzzaman mendukung partainya Adnan
Manderes, itu karena partai tersebut berjanji akan mengembalikan cahaya islam
kepada Turki.
Akibat pemelintiran ilmu penegetahuan ini, membuat Turki
sesaat menjadi gelap. Tak boleh ada yang membaca al-qur'an, pakaian islam
dihapus, tulisan arab tak boleh, sholat dan adzan pakai bahasa Turki, tak ada
cahaya iman di sana, Turki yang awalnya menjadi pusat peradaban islam, pada
masanya kehilangan jati diri akibat 'dijajah rezim sekuler'.
0 komentar:
Posting Komentar