Setelah Hitam Berganti Biru

ilustrasi by me

Aku menutup Buku Biru yang sudah dua tahun mendokumentasikan segala kisah tentangku. Tangis, tawa, susah dan bahagia menjadi pelajaran hidup yang tidak bisa dihitung dengan rupiah. 

Buku Biru dikenalkan Hitam kepadaku sebagai teman bercerita, teman berkeluh kesah, dan teman beradu pendapat setelah ia pergi tanpa pamit. Status kekasih yang berubah menjadi mantan mungkin membuat ia terlampau sakit. 

Sebagaimana aku yang juga sakit. Hampir setiap malam aku menulis sebait kisah, kemudian berbincang dengan Buku Biru. Bagiku, Buku Biru memiliki nyawa dan sosok yang sama seperti Hitam. Ia adalah tempat yang nyaman untuk bersandar dari segala lelah. Ia juga teman yang romantis untuk diajak bersama memandangi bintang di langit. 

“Tulis saja apa yang kamu inginkan di buku ini, suatu saat kamu pasti akan mendapatkannya,” kata si Buku Biru kepadaku. 

Aku mengerutkan dahi berpikir memberikan gagasan yang logis, “Aku hanya ingin Hitam, mana bisa buku mewujudkan impian jika kita tidak berusaha.” 

Entah takdir apa yang terjadi. Aku melihat Hitam tersenyum, memegang tanganku memberikan buku biru dan pensil biru sampai aku benar-benar menggenggamnya. Kelak aku akan tahu, dia hanya ingin aku melangkah dengan teratur dan pasti. Mencatat setiap resolusi hidup yang aku bangun kemudian belajar membuat keputusanku sendiri.


*** ditulis untuk mengenang seorang teman dekat. kita tidak pernah salah berteman dan bertemu. selamat. karena sudah menemukan pilihan lain yang baik dan tepat.  

0 komentar: