Biarkan terus seperti ini :D 

Pernahkan kamu merasa bahwa dunia ini seperti menghakimimu? Meneteskan air mata seorang diri dan berpikir di dunia ini tidak ada lagi yang merasa sayang kepadamu? 

Kebenaran yang datang adalah, bahwa di dunia ini kita selalu hidup dengan perlindungan. Entah itu perlidungan dari orang yang kau cintai seperti orangtua, bahkan kekasih hati semacam superman atau wonderwoman yang bisa kamu pegang tangannya dan bersedia meminjamkan bahu dan dadanya sebagai tempat kita untuk menenangkan diri disaat kita tengan gundah dengan segudang permasalahan hidup. 

Ayah yang sangat sayang dan bertanggung jawab tidak perduli sesulit apapun kehidupan, Ibu yang meski susah payah ia tetap menyiapkan kebutuhan tanpa pernah mengeluh rasa lelah. Apa cinta mereka tidak tidak cukup untuk kita (sebagai anak) merasa cukup untuk merasa terlindungi dan bersyukur? Lantas kita lebih memilih berteman dengan orang asing di malam minggu dan pulang larut dalam keadaan lelah. Di hari berikutnya pun Ayah dan Ibu masih sama cintanya, ia tidak membiarkan rasa sayang dan cinta itu berkurang satu persen pun. 

Memasuki usia dewasa kita memiliki banyak teman, sahabat bahkan pacar. Sosok yang mungkin bisa kita sebut lebih asik dari orangtua kita. Lalu apa yang terjadi? Di saat sedikit masalah datang, mereka mendadak menjadi daftar list orang yang tidak ingin kita temui. Apalagi kalau putus dari pacar, kita mati-matian ingin melupakannya, mengahapus semua foto di laptop dan handphone, mem-blokir semua akunnya di sosmed yang kita miliki dan menghapus nomornya dari daftar kontak kita. 

Lain halnya dengan masalah yang kita miliki dengan keluarga kita. Kita tidak pernah mengenal mantan ibu atau mantan ayah bukan? Semua jelas, dan saya sedang belajar dewasa untuk menerima takdir bahwa seberat apapun beban yang saya miliki, Allah telah mengirimkan malaikat untuk membuat saya tetap berdiri tegak dan memandang ke depan. Di depan ada banyak hal yang harus kita perjuangkan. Di depan ada banyak hal yang menunggu uluran tangan kita. 

So, mari berpikir positive untuk ketengangan hari ini karena akan ada tangan yang selalu menggenggam tangan kita.


“Kalau kamu memang seorang Detektif seharusnya kamu bisa menganalisis hatiku kan?” Ran mulai menumpahkan amarahnya, memalingkan muka, dan berlari menjauhi Shinichi. Tangisnya sudah pecah. Emosi yang sedari tadi diendapnya akhirnya keluar juga.
“Ran! Tunggu dulu!” Shinichi mati-matian mengejar gadis yang disukainya itu. Ran masih tak begeming.
“Kau ini rumit tau!” teriak Shinichi saraya meraih tangan Ran.
“Lepaskan! Lepaskan!” Ran mulai memberontak.

Membacalah untuk sekadar melepas kekesalan dan emosi! Jika membaca buku dengan tema yang berat membuatmu semakin emosi karena banyak istilah yang emboh, buku-buku ringan atau novel ringan mungkin bisa membantumu untuk sedikit merasa ringan hati meski tak sempat piknik. 

Membaca novel sejarah karya Kang Abik ini, kita akan seperti membaca buku sejarah yang difiksikan. Jika sebelumnya saya tidak pernah mendengar nama Baiduzzaman Said Nursi, entah kenapa saya kok jadi merasa seharusnya nama Said Nursi itu sudah saya ketahui sejak saya sekolah EMTEES (Mungkin saya pernah mendengar tapi saya yang lupa).

Said Nursi yang hidup di masa Turki Usmani paham betul, bahwa Kholifah Turki akan runtuh akibat rezim barat dan ateisme yang pelan-pelan dipaksa masuk lewat jalur pendidikan yang meracuni pola pikir.

Dalam novel ini dijelaskan dengan detail bagaimana Said Nursi ingin membangun universitas untuk tetap menjaga agar ilmu agama dan budaya Turki tidak hilang, tapi selalu dihalangi oleh pemerintah akibat sistem yang sudah dikuasi barat. Madrasah dilebur menjadi sekolah umum dan tak ada pelajaran agama. Said Nursi tak pernah menyepelekan ilmu umum. Ulama' itu pun berkata, "Agama adalah penerang hati, pengetahuan peradaban adalah penerang akal."

Sadar dengan sepenuh jiwa bahwa bangsanya sudah dijajah dengan cara halus lewat ilmu pengetahuan yang dipelintir, Said Nursi pun sempat andil dalam permainan politik di pemerintahan. Niatnya tulus untuk tetap melindungi Turki supaya kekuasaan kholifahnya tidak runtuh. Tapi apa boleh buat, Said malah terjebak dalam permainannya sendiri. Belum sempat membangun universitas dan menyelamatkan madrasah-madrasah dari rezim ateis dan sekuler, kholifah Turki sudah runtuh.

Sebuah kalimat populer pun diucapkan Badiuzzaman Said Nursi "Audzubillah minasy syaitan was siyasah". Meski pada akhir pemerintahan Mustofa Kemal Ataturk, Badiuzzaman mendukung partainya Adnan Manderes, itu karena partai tersebut berjanji akan mengembalikan cahaya islam kepada Turki.

Akibat pemelintiran ilmu penegetahuan ini, membuat Turki sesaat menjadi gelap. Tak boleh ada yang membaca al-qur'an, pakaian islam dihapus, tulisan arab tak boleh, sholat dan adzan pakai bahasa Turki, tak ada cahaya iman di sana, Turki yang awalnya menjadi pusat peradaban islam, pada masanya kehilangan jati diri akibat 'dijajah rezim sekuler'.

Hay, seharusnya kita belajar banyak dari tempat cantik bernama Turki, bahwa pendidikan itu harus di lakukan dengan baik dan benar, pun dengan pendidikan agama dan umum. Sementara untuk urusan politik, ah sejak zaman bumi datar sampai bumi bulat itu menjadi benang kusut yang susah diurai.

Pengertian Semiotika

Kata “semiotika” berasal dari bahasa Yunani “semeion” yang berarti “tanda”, atau “seme” yang berarti “penafsiran tanda” (Alex Sobur, 2004:17). Awal mula munculnya semiotika yang berakar pada studi klasik dan skolastik atas seni, logika dan poetika, tanda pada masa itu masih bersifat sesuatu yang menunjukan pada adanya hal yang lain. Contoh: Ada asap menandai adanya api. 
Para pakar sendiri mengartikan semiotika sebagai berikut.
  • Ferdinand d' Saussure mengartikan simeotika adalah “Persepsi dan pandangan kita tentang realitas, dikontuksikan oleh kata-kata dan tanda-tanda lain yang digunakan dalam konteks sosial.
  •   Menurut Umberto Eco, Semiotika adalah mempelajari hakikat tentang kebenaran suatu tanda. Tanda tersebut sebagai “kebohongan”; dalam tanda ada sesuatu yang tersembunyi di baliknya dan bukan merupakan tanda itu sendiri.
  •   Menurut Barthes, Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia.


“Wacana adalah satu kata yang sering kita dengar dewasa ini setelah kata “Demokrasi” dan “Revormasi”. Wacana sendiri disebut sebagai unit bahasa yang universal dan sering digunakan oleh banyak kalangan, mulai dari studi bahasa, psikologi, sosiologi, komunikasi dan lain sebagainya. Secara unum banyak para pakar yang mengartikan wacana sebagai ”unit bahasa yang lebih besar dari kalimat”. Namun karena kata “wacana” ini masih bersifat global, maka pemakaian istilah ini seringkali memiliki definisi yang berbeda-beda.
Pada bidang ilmu sosiologi misalnya, wacana digambarkan sebagai, “Hubungan antara konteks sosial dari pemakaian bahasa”. Dan dalam pengertian linguistic wacana adalah “Unit bahasa yang lebih besar dari kalimat.” Dari kedua pengertian di atas jelas bahwa wacana versi ilmu sosial lebih didekatkan pada kontek pelaku (masyarakat/sosial). Sementara dalam ilmu bahasa, wacana lebih condong pada “kebenaran aspek gramatikalnya.” 

Meskipun ada degradasi yang sangat besar antara definisi keduanya. Namun pada hakikatnya titik singgung analisis wacana yaitu sering berhubungan dengan studi mengenai “bahasa/pemakaian bahasa,”  dalam arti “Bagaimana bahasa dipandang dalam analisis wacana?”