Bersama keberanian, merangkak mencari janji berpasangan dengan cempaka

Akankah, semua rindu dan penantian bermuara pada pelangi yang setelah hujan terkadang alpa menemani langit?

Akankah, jika tidak bisa senasib maka datang dengan yang lebih baik?

Cempaka itu selalu setia

Tidak mengenal usia dan perbedaan alam yang biasanya membawa perpisahan

Terima kasih kepada masa lalu yang selalu memberikan pemahaman untuk kuat

Menyulam hari dengan sisa-sisa kebahagiaan yang hampir runtuh

Aku masih menjadi cempaka yang setia menikmati setiap jengkal masalah

Melampiaskan resah dengan memberi kontribusi bersama segudang kesibukan

Harapan itu belum hilang

Masih ada cempaka setia yang selalu mendokan di bawah tanah lapang yang menyimpan sejuta cerita


Sinna Sa’idah Az-Zahra, 

Jepara, 11 November 2015. Pukul 22.45 WIB.

Sejak kecil saya sudah diajarkan guru fikih saya, bahwa perbedaan itu adalah rahmat. Menginjak usia dewasa, saya menyadari bahwa isi kepala setiap orang berbeda-beda. Pengetahuan yang didapatkan, lingkungan bergaul dan tempat tinggal membuat karakter orang menjadi tidak sama. Jika sudah berbeda, memaksakan cara kita kepada mereka, hanya akan membuat hati lelah. Pada titik ini, keilmuan seseorang melalui akal akan membawanya pada sebuah pilihan, entah itu pilihan ‘benar’ atau yang ‘kurang tepat’, baik untuk menentukan sikap tetap ‘tinggal’ atau ‘meninggalkan’.

Anggap saja sebuah perbedaan di dalam kelompok merupakan sebuah proses pendewasaan, maka hal itu pasti akan berdampak baik. Tapi sebaliknya, perbedaan hanya akan memicu pertentangan jika hati tidak ikhlas dalam mengerjakan suatu amanah. Karena ada motif tertentu, maka kita hanya akan memaksakan kehendak dan bersikap otoriter.

Masalah kelompok jelas lebih kompleks daripada masalah pribadi. Karenanya, dibutuhkan mental yang kuat untuk memperjuangkan ideologi tanpa perlu saling mencaci. Hujatan hanya akan membawa hujan kebencian, sementara paksaan akan menciptakan ketidaknyamanan. Jadi, prinsip dalam berkelompok agar kegiatan sukses menurut saya adalah, kita harus menyimpan ego dan melihat manfaat yang lebih luas di dalam gagasan orang lain.

Saya sangat yakin, jika para pejuang kemerdekaan dulu terlalu mementingkan ego dan tidak memperhatikan kebutuhan kelompok. Pastilah Indonesia tidak akan merdeka. Strategi perang mereka jika tidak kompak, pasti akan tercecer dan akhirnya kalah. Akan tetapi, setelah mereka mau mengesampingkan ego, tidak menghina kaum bercelana dan selebihnya, kekuatan mereka akan menyatu dan mewujudkan satu tujuan, yaitu Indonesia merdeka.

So, mari kita membuka mata untuk lebih peka terhadap setiap perbedaan dan tidak menyombongkan diri terhadap semua yang sudah kita capai. Karena di balik kesuksesan seseorang, pasti ada tangan lain yang turut menyumbangkan kebaikan demi kesuksesan seseorang itu.
ilustrasi search here

Saya selalu percaya: bahwa setiap orang dilahirkan di muka bumi ini dalam keadaan baik dan suci. Coretan pola asuh dan tinta pendidikan, nantinya yang akan membentuk psikologi dan karakter seseorang.

Sementara, satu hal yang harus disyukuri manusia adalah: bahwa ampunan Tuhan itu lebih luas daripada murka-Nya. Dari sini, seharusnya kita bisa menyimpulkan, jika ‘selalu ada jalan untuk taubat dan pulang kepada keadaan yang baik’. Ingat! Di dunia ini, semua yang ada akan tiada pada akhirnya, kecuali Tuhan! 

Belakangan, banyak sekali berita negatif yang membuat saya miris, mulai dari mahasiswa yang dibully, remaja gagal move on lalu bunuh diri, kelompok radikal, narkoba etc. Semua berita tersebut fakta dan hampir setiap hari kita mendengarnya. Terkadang saya berpikir seperti ini, “Dengan kasus sebegitu emboh-nya apa Pak Presiden dan jajaranya masih bisa tidur? Menteri Pendidikan gak ngelus dada lihat para pelajar yang dengan tampilan sok yes, naik motor dijampingkan, padahal motor dan uang saku masih minta orangtua?” 

Semua sistem yang ada seperti gagal membentuk bangsa ini menjadi bangsa yang ramah serta beradab sebagaimana yang dicitrakan selama ini. Lalu, apakah di sini sudah kekurangan orang pintar sehingga semua seperti gagal? Jawabnya ‘tidak!’ bahkan jika kita amati di semua jenjang pendidikan, banyak dari mereka yang mengalami peningkatan jumlah siswa secara kuantitas setiap tahunnya. 

Lalu, apa yang kurang? 

Jawaban iman dan taqwa pasti sudah klise, meski itu hal yang wajib dan memang harus ada. Satu hal yang sering kita lupakan adalah, kemauan untuk mengosongkan gelas dan mengisinya dengan ilmu yang baru, serta mau bergerak sedikit saja melakukan satu program yang berkelanjutan untuk kamajuan bersama, bukan tentang ‘aku’ lagi tapi ‘kita’

Kita semua sama-sama tahu bahwa, ilmu pengetahuan akan selalu berkembang sejalan dengan riset yang melandasinya. Maka, menyirami alam ini dengan pengetahuan yang benar (pengetahuan apa pun) akan menjadi salah satu solusi bagi penyakit sosial. Dengan demikian, semua harus belajar dan bersama dan tidak boleh ada yang sombong. 

Terkadang, karena tidak mau repot, kita menutup mata dan tidak mau mengosongkan gelas. Kesombongan mucul dan semua sistem (sistem sosial baik) yang telah ada sebelumya menjadi kacau (anak-anak tak terdidik didik dengan baik, tak punya kepekaan, hamil di luar nikah, bunuh diri). Bayangkan saja, jika kekacauan itu menimpa keluarga atau atau anak kita? Contohnya sudah banyak, anak dari keluarga baik-baik pun belum tentu tidak salah jalan. 

Demi mencegah semua itu, transformasi wajib di lakukan, mengosongkan gelas bukan berarti kita melepas keilmuan kita, namun kita hanya meng-update supaya pikiran kita tambah jernih dan kaffah. Sistem berkelanjutan untuk membentuk generasi yang peka dengan situasi sosial, tak melulu tentang apa yang saya dapat, tapi apa yang saya berikan. Toh, jika kita sibuk dengan hal yang baik, maka tak akan rugi kan? 

Umat sudah lelah dengan semua informasi negatif, keluarga kita belum tentu selamat dari masalah sosial yang belakangan viral, bahkan saya yang menulis ini pun selalu berdoa agar selalu berada di jalan yang benar. Sekali lagi, saya hanya memberikan informasi bahwa sistem yang berkelanjutan dalam bentuk kegiata apa pun akan membentuk suatu ekosistem yang memimiliki keguanaan besar. 

Terakhir, saya hanya bisa menulis karena memang itu yang saya bisa. Mungkin tidak semua tulisan saya ini benar, pun tidak semuanya sepakat. Bahkan pengetahuan saya tentang gelas juga minim. Tapi dunia harus tahu, bahwa kita terlahir dalam keadaan baik dan tak ada proses yang kebetulan sehingga kita bisa menjadi seperti sekarang ini.